Sabtu, 28 Desember 2013

BAB 8 Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen


Tanggung jawab Akuntan Keuangan dan Akuntan
 
Akuntansi  merupakan suatu sistem yang mengelola masukan berupa data operasi dan data keuangan untuk menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi yang dibutuhkan pemakainya. Sebagai suatu sistem pengolahan informasi keuangan, akuntansi dibedakan menjadi dua tipe yaitu: Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen.
Akuntansi Keuangan merupakan tipe akuntansi yang mengolah informasi keuangan yang terutama ditujukan untuk memenuhi keperluan manajemen puncak dan pihak luar organisasi.  Sedangkan, Akuntansi Manajemen merupakan tipe akuntansi yang mengolah informasi keuangan terutama untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam melaksanakan fungsi dan pengendalian organisasi. Berikut perbandingan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen:
Beberapa perbandingan Akuntansi Keuangan adalah
-            Laporan ditujukan kepada pihak dalam dan luar organisasi
-            Menekankan ikhtisar hasil keuangan dan aktifitas di masa lalu
-            Dibutuhkan informasi yang akurat
-            Disusun untuk data keuangan perusahaan secara keseluruhan.
-            Taat pada Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.
Sedangkan, akuntansi manajemen adalah:
-            Laporan ditujukan untuk pihak internal
-            Disusun secara detail untuk departemen , produk, konsumen, dan karyawan.
-            Menekankan pada pegambilan keputusan yang mempengaruhi masa depan.
-            Menekankan pada informasi yang tepat waktu
-            Menekankan pada relevansi dan fleksibilitas data.
 
Etika profesional Akuntan Manajemen

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.  Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
a.  Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b.       Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
                   Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
         • Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang relevan.
                       •  Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.

Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. 

Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.

Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut: Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya, Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota, Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari, Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas, Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.


Whistle Blowing
            Whiste Blowing merupakan tindakan memberitahu kepada organisasi tentang perbuatan yang bersalahan atau tidak beretika yang mempunyai nilai moral yang rendah,berbahaya, tidak diingini serta boleh memusnahkan dan membazir. Whistle blower pula ialah individu yang melaporkan aktiviti yang tidak sah atau tidak beretika di dalam organisasi kepada pihak tertentu.

Whistle Blowing melibatkan tiga perkara yakni:
-        **  Seseorang melakukan aktiviti yang tidak beretika
-        **  Orang yang melihat tingkah laku tersebut serta melaporkannya.
-        **  Orang yang menerima laporan salah laku tersebut.

Creative Accounting
Menurut Sulistiawan dan Alvia (2011) ‘creative accounting’ adalah : “Aktivitas badan usaha (perusahaan) untuk memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi (technics and accounting policies) guna memperoleh hasil yang diinginkan, seperti penyajian nilai asset atau nilai laba yang lebih tinggi (over valued) atau lebih rendah (under valued) tergantung dari motivasi manajemen perusahaan untuk melakukannya”.
Creative Accounting sering juga disebut ‘earning management’, karena pelaku creative accounting sering dipandang sebagai orang yang opportunis. Dalam ‘agency theory’, yang ditandai dengan adanya kontrak antara pemilik perusahaan (principal) dan manajer sebagai pengelola perusahaan (agent) disebutkan bahwa manajer berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan pribadi untuk mengoptimalkan kesejahteraan mereka sendiri, diantaranya melalui adanya bonus yang dijanjikan oleh pemegang saham. Biasanya bonus ini hanya akan ada atau bertambah jika perusahaan memperoleh laba. Semakin besar laba,semakin tinggi jumlah bonus.
 Terdapat beberapa bentuk atau pola dalam melakukan ‘creative accounting’  atau ‘earning management’, diantaranya adalah  :
Menurut Scott (2000), beberapa bentuk manajemen laba adalah :
a)      Taking a bath.
Yaitu mengatur laba tahun berjalan menjadi sangat tinggi atau sangat rendah dibanding dengan tahun sebelumnya atau tahun yang akan datang. Pola semacam ini sering ditemukan pada organisasi yang mengalami masalah (organization stress). Misalnya, jika manajemen harus melaporkan kerugian, maka manajemen akan melaporkan kerugian tersebut dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini manajemen berharap dapat meningkatkan laba pada periode yang akan datang dan manajemen dapat penilaian yang baik dari para pemilik, dan hal ini terutama terjadi ketika akan pemilihan manajemen baru sehingga keselahan kerugian dibebankan kepada manajemen yg lama.
b).   Income minimization (menurunkan laba).
Dalam hal ini manajer akan menurunkan atau memperkecil laba untuk tujuan tertentu, misalnya untuk tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Hal ini dilakukan karena semakin rendah laba yang dilaporkan semakin rendah pula jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah.
c).   Income maximization (meningkatkan laba)
       Dalam hal ini  manajer akan meningkatkan laba dengan tujuan tertentu, misalnya menjelang penjualan saham perdana (IPO= Initial Public Offering), manajemen akan menaikkan labanya dengan harapan akan memperoleh reaksi positif dari pasar (calon pemegang saham) dan ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat potensial untuk mendatangkan keuntungan/laba sehingga sahamnya akan laku di pasar modal.
d).   Income smoothing ( perataan laba).
       Dalam hal ini income smoothing dilakukan dengan meratakan jumlah laba dari tahun ke tahun atau antar tahun dengan tujuan untuk pelaporan eksternal, terutama bagi para investor karena umumnya investor menyukai perusahaan yang labanya relatif stabil dari period eke periode dan tidak fluktuatif.
Beberapa bentuk atau pola dalam manajemen laba diatas dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik/cara yang jika dilihat secara teoritis dan praktis sangat beragam, mulai dari yang legal maupun yang illegal. Dalam bahasan ini hanya dibatasi pada yang legal saja, yang biasanya digunakan dalam manajemen laba, yaitu :
a). Mengubah kebijakan akuntansi (accounting policy). Hal ini dimungkinkan karena memang diperbolehkan oleh SAK,  misalnya dengan cara menerapkan kebijakan akuntansi lebih awal ataukah menundanya sampai kondisi keuangan perusahaan lebih baik.
b).  Mengubah periode pengakuan pendapatan dan beban (biaya). Hal ini dilakukan dengan mengakui suatu pendapatan atau beban pada periode sekarang ataukah pada periode mendatang.
c).  Pengakuan biaya yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan cara pengeluaran tersebut diakui sebagai ongkos (beban/biaya periode ini) ataukah menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas aktiva. Dengan demikian karena investasi aktiva bertambah berarti unsur asset perusahaan malah naik sedangkan biaya berkurang yang akhirnya laba perushaan akan naik.
d). Membuat estimasi akuntansi, misalnya pengakuan cadangan kerugian piutang, yaitu dengan memperbesar atau memperkecil taksiran piutang yang tidak tertagih/dihapus agar lebih besar atau lebih kecil sehingga akan mempengaruhi komponen biaya/penghapusan piutang.
e).  Reklasifikasi akun (rekening pembukuan) dilakukan dengan cara mengubah akun tertentu dengan akun l;ainnya asal tidak menyalahi aturan SAK. Misalnya mengubah akun Cadangan kerugian piutang menjadi penghapusan piutang, hal ini dilekukan dengan tujuan agar biaya bertambah/berkurang dan laba akan turun/naik.

Terdapat beberapa alasan dilakukannya creative accounting atau earning management, diantaranya adalah :
a).  Dengan melakukan manajemen laba, dapat meningkatkan kepercayaan para pemgang saham (sebagai pemilik) terhadap manajemen perusahaan (sebagai pengelola). Manjemen laba berhubungan erat dengan tingkat atau besaran laba yang biasanya dikaitkan dengan prestasi/kinerja suatu organisasi dan akhirnya bermuara pada besar kecilnya bonus yang akan diterima manajemen/manajer.
b).   Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Misalnya dalam kondisi perusahaan yang terancam ‘default’ ( tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktunya), perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan atau labanya. Dengan demikian hal ini akan memberikan posisi ‘bargaining’ yang lebih baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang mengenai hutangnya kepada pihak ktreditor. Manajer menimbulkan kesan yang baik khususnya di depan para kreditor.
c).   Manajemen laba dapat menarik injvestor dan atau calon investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan, terutama pada saat perusahaan yang ‘go-public’ melakukan Initial Public Offering (IPO).

Fraud Accounting
Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok atau merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi)
Fraud mengandung beberapa unsur, yaitu:
  • Tindakan yang disengaja
  • Kecurangan
  • Keuntung pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain
Untuk menguji suatu perbuatan termasuk ke dalam kategori “fraud
  • Apakah perbuatan itu adalah tindakan yang disengaja? IYA
  • Apakah perbuatan itu tergolong curang? IYA
  • Apakah perbuatan itu menguntungkan diri-sendiri/kelompok? IYA
Semua unsur terpenuhi, berarti perbuatan itu adalah tindakan fraud.
Jenis-jenis Fraud berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), internal fraud (tindakan penyelewengan di dalam perusahaan ata institusi) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:
1.      Fraud terhadap Asset
penyalahgunaan aset perusahaan (institusi), entah itu dicuri atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari perusahaan. Seperti kita ketahui, aset perusahaan bisa berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:
·   Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, mencuri cek dari pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor)
·         Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas (Misalnya: menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi).
2.      Fraud terhadap Laporan Keuangan
ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial; dan (b) non-financial
3.      Korupsi
ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: konflik kepentingan, dan menyuap atau menerima suap, timbal-balik.

Fraud Auditing
Berdasarkan Sunarto (2006:57), “Kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dinyatakan untuk menyajikan laporan keuangan disesuaikan dengan (keinginan manajemen), seringkali disebut kecurangan manajemen (management fraud).”
Berdasarkan Jack Bologna et. al (2006) faktor kecurangan (fraud) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

GONE (Greed, Opportunity, Need, Exposure)

a.   Greed
Keserakahan biasanya dianggap sebagai sumber utama dari kejahatan yang merupakan akar penyebab untuk mencuri, menimbun, menjarah, dan pengkhianatan. Namun, keserakahan biasanaya dianggap sebagai akumulasi kekayaan untuk kepuasan pribadi.
b.      Opportunity
Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan.
c.    Need
Merupakan aspek psikologis dalam melakukan aktivitas dan menjadi alasan berusaha untuk melakukan kecurangan.
d.    Exposure
Tindakan pengungkapan agar tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

Segitiga Kecurangan
Menurut Weygandt et al.  (2011: 299), terdapat 3 faktor yang menyebabkan munculnya kecurangan yang disebut dengan segitiga kecurangan:
1.    Kesempatan  (Opportunity)
2.    Tekanan keuangan (Financial Pressure)
3.    Rasionalisasi (Rationalization)



Daftar pustaka:

                                                        



thesis.binus.ac.id         

Susanti, Beny. Modul kuliah Etika profesi akuntansi (meteri kuliah Universitas gunadarma, 2008.

http://eps.mbpj.gov.my/salahlakumbpj/DefinisiWhistleBlowing.html