Tanggung jawab Akuntan Keuangan dan Akuntan
Akuntansi merupakan
suatu sistem yang mengelola masukan berupa data operasi dan data keuangan untuk
menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi yang dibutuhkan pemakainya. Sebagai
suatu sistem pengolahan informasi keuangan, akuntansi dibedakan menjadi dua
tipe yaitu: Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen.
Akuntansi Keuangan merupakan tipe akuntansi yang mengolah
informasi keuangan yang terutama ditujukan untuk memenuhi keperluan manajemen
puncak dan pihak luar organisasi.
Sedangkan, Akuntansi Manajemen merupakan tipe akuntansi yang mengolah
informasi keuangan terutama untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam
melaksanakan fungsi dan pengendalian organisasi. Berikut perbandingan Akuntansi
Keuangan dan Akuntansi Manajemen:
Beberapa perbandingan Akuntansi Keuangan adalah
-
Laporan
ditujukan kepada pihak dalam dan luar organisasi
-
Menekankan
ikhtisar hasil keuangan dan aktifitas di masa lalu
-
Dibutuhkan
informasi yang akurat
-
Disusun
untuk data keuangan perusahaan secara keseluruhan.
-
Taat
pada Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.
Sedangkan, akuntansi manajemen
adalah:
-
Laporan
ditujukan untuk pihak internal
-
Disusun
secara detail untuk departemen , produk, konsumen, dan karyawan.
-
Menekankan
pada pegambilan keputusan yang mempengaruhi masa depan.
-
Menekankan
pada informasi yang tepat waktu
-
Menekankan
pada relevansi dan fleksibilitas data.
Etika profesional
Akuntan Manajemen
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Kehati-hatian profesional mengharuskan
anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan
ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi
kepada publik.
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak
menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota
harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan
bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi
seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi
profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian
kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang
tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam
subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang
normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
• Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen
untuk belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan
selama kehidupan profesional anggota.
• Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan
kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di
antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik
nasional maupun internasional yang relevan.
• Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang
untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional
yang konsisten dengan standar nasional dan internasional.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui
jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan
harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau
terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya
dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip
kerahasiaan. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah
pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh
informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat
menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak
ketiga. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang
penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak
boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized
disclosure) kepada
orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan
memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional. Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik,
setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas
setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip. Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal
tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat
yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan
bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan
lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya.
Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar
teknis dan etika. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip
obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas
dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada
di bawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga
mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa
atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan
memelihara obyektivitas. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara
spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan
yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut: Adakalanya anggota
dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan
yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya, Adalah
tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana
tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar
untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
obyektivitas anggota, Hubungan-hubungan yang memungkinkan
prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus
dihindari, Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa
orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip
obyektivitas, Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh
yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap
orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari
situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
Whistle Blowing
Whiste Blowing merupakan tindakan
memberitahu kepada organisasi tentang perbuatan yang bersalahan atau tidak
beretika yang mempunyai nilai moral yang rendah,berbahaya, tidak diingini serta
boleh memusnahkan dan membazir. Whistle blower pula ialah individu yang
melaporkan aktiviti yang tidak sah atau tidak beretika di dalam organisasi
kepada pihak tertentu.
Whistle
Blowing melibatkan tiga perkara yakni:
- ** Seseorang
melakukan aktiviti yang tidak beretika
- ** Orang
yang melihat tingkah laku tersebut serta melaporkannya.
- ** Orang
yang menerima laporan salah laku tersebut.
Creative Accounting
Menurut
Sulistiawan dan Alvia (2011) ‘creative
accounting’ adalah : “Aktivitas badan usaha (perusahaan)
untuk memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi (technics and accounting policies) guna memperoleh hasil yang
diinginkan, seperti penyajian nilai asset atau nilai laba yang lebih tinggi (over valued) atau lebih rendah (under valued) tergantung dari motivasi
manajemen perusahaan untuk melakukannya”.
Creative Accounting sering juga disebut ‘earning management’, karena pelaku
creative accounting sering dipandang sebagai orang yang opportunis. Dalam ‘agency theory’, yang ditandai dengan adanya
kontrak antara pemilik perusahaan (principal)
dan manajer sebagai pengelola perusahaan (agent)
disebutkan bahwa manajer berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memaksimalkan
kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai
kepentingan pribadi untuk mengoptimalkan kesejahteraan mereka sendiri,
diantaranya melalui adanya bonus yang dijanjikan oleh pemegang saham. Biasanya
bonus ini hanya akan ada atau bertambah jika perusahaan memperoleh laba.
Semakin besar laba,semakin tinggi jumlah bonus.
Terdapat
beberapa bentuk atau pola dalam melakukan ‘creative
accounting’ atau ‘earning management’, diantaranya
adalah :
Menurut Scott (2000), beberapa bentuk
manajemen laba adalah :
a) Taking a bath.
Yaitu mengatur laba tahun berjalan menjadi sangat tinggi atau sangat
rendah dibanding dengan tahun sebelumnya atau tahun yang akan datang. Pola
semacam ini sering ditemukan pada organisasi yang mengalami masalah (organization stress). Misalnya, jika
manajemen harus melaporkan kerugian, maka manajemen akan melaporkan kerugian
tersebut dalam jumlah yang besar. Dengan tindakan ini manajemen berharap dapat
meningkatkan laba pada periode yang akan datang dan manajemen dapat penilaian
yang baik dari para pemilik, dan hal ini terutama terjadi ketika akan pemilihan
manajemen baru sehingga keselahan kerugian dibebankan kepada manajemen yg lama.
b). Income
minimization (menurunkan laba).
Dalam hal ini manajer akan menurunkan
atau memperkecil laba untuk tujuan tertentu, misalnya untuk tujuan penghematan
kewajiban pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Hal ini dilakukan
karena semakin rendah laba yang dilaporkan semakin rendah pula jumlah pajak
yang harus dibayarkan kepada pemerintah.
c). Income maximization (meningkatkan laba)
Dalam hal ini manajer akan meningkatkan laba dengan tujuan
tertentu, misalnya menjelang penjualan saham perdana (IPO= Initial Public Offering), manajemen akan menaikkan labanya dengan
harapan akan memperoleh reaksi positif dari pasar (calon pemegang saham) dan
ini menunjukkan bahwa perusahaan sangat potensial untuk mendatangkan
keuntungan/laba sehingga sahamnya akan laku di pasar modal.
d). Income
smoothing ( perataan laba).
Dalam hal ini income smoothing dilakukan dengan meratakan jumlah laba dari tahun
ke tahun atau antar tahun dengan tujuan untuk pelaporan eksternal, terutama
bagi para investor karena umumnya investor menyukai perusahaan yang labanya
relatif stabil dari period eke periode dan tidak fluktuatif.
Beberapa bentuk atau pola
dalam manajemen laba diatas dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik/cara
yang jika dilihat secara teoritis dan praktis sangat beragam, mulai dari yang
legal maupun yang illegal. Dalam bahasan ini hanya dibatasi pada yang legal
saja, yang biasanya digunakan dalam manajemen laba, yaitu :
a). Mengubah
kebijakan akuntansi (accounting policy).
Hal ini dimungkinkan karena memang diperbolehkan oleh SAK, misalnya dengan cara menerapkan kebijakan
akuntansi lebih awal ataukah menundanya sampai kondisi keuangan perusahaan
lebih baik.
b). Mengubah periode pengakuan pendapatan dan
beban (biaya). Hal ini dilakukan dengan mengakui suatu pendapatan atau beban
pada periode sekarang ataukah pada periode mendatang.
c). Pengakuan
biaya yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan cara pengeluaran tersebut diakui
sebagai ongkos (beban/biaya periode ini) ataukah menganggap sebagai suatu
tambahan investasi atas aktiva. Dengan demikian karena investasi aktiva
bertambah berarti unsur asset perusahaan malah naik sedangkan biaya berkurang
yang akhirnya laba perushaan akan naik.
d). Membuat estimasi akuntansi, misalnya pengakuan
cadangan kerugian piutang, yaitu dengan memperbesar atau memperkecil taksiran
piutang yang tidak tertagih/dihapus agar lebih besar atau lebih kecil sehingga
akan mempengaruhi komponen biaya/penghapusan piutang.
e). Reklasifikasi akun (rekening pembukuan) dilakukan dengan cara mengubah akun
tertentu dengan akun l;ainnya asal tidak menyalahi aturan SAK. Misalnya
mengubah akun Cadangan kerugian piutang menjadi penghapusan piutang, hal ini
dilekukan dengan tujuan agar biaya bertambah/berkurang dan laba akan
turun/naik.
Terdapat
beberapa alasan dilakukannya creative accounting atau earning management,
diantaranya adalah :
a). Dengan melakukan manajemen laba, dapat
meningkatkan kepercayaan para pemgang saham (sebagai pemilik) terhadap
manajemen perusahaan (sebagai pengelola). Manjemen laba berhubungan erat dengan
tingkat atau besaran laba yang biasanya dikaitkan dengan prestasi/kinerja suatu
organisasi dan akhirnya bermuara pada besar kecilnya bonus yang akan diterima
manajemen/manajer.
b). Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan
dengan pihak kreditor. Misalnya dalam kondisi perusahaan yang terancam
‘default’ ( tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktunya),
perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat
meningkatkan pendapatan atau labanya. Dengan demikian hal ini akan memberikan
posisi ‘bargaining’ yang lebih baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang
mengenai hutangnya kepada pihak ktreditor. Manajer menimbulkan kesan yang baik
khususnya di depan para kreditor.
c). Manajemen laba dapat menarik injvestor dan
atau calon investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan, terutama pada saat
perusahaan yang ‘go-public’ melakukan Initial Public Offering (IPO).
Fraud Accounting
Fraud adalah
tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok
atau merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau institusi)
Fraud mengandung
beberapa unsur, yaitu:
- Tindakan yang disengaja
- Kecurangan
- Keuntung pribadi/kelompok atau kerugian di pihak lain
Untuk menguji suatu perbuatan termasuk ke dalam
kategori “fraud”
- Apakah perbuatan itu adalah tindakan yang disengaja? IYA
- Apakah perbuatan itu tergolong curang? IYA
- Apakah perbuatan itu menguntungkan diri-sendiri/kelompok? IYA
Semua unsur terpenuhi, berarti perbuatan itu adalah
tindakan fraud.
Jenis-jenis Fraud
berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE),
internal fraud (tindakan penyelewengan di dalam perusahaan ata institusi)
dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:
1.
Fraud terhadap
Asset
penyalahgunaan aset perusahaan (institusi), entah itu
dicuri atau digunakan untuk keperluan pribadi—tanpa ijin dari perusahaan.
Seperti kita ketahui, aset perusahaan bisa berbentuk kas (uang tunai) dan
non-kas. Sehingga, asset misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:
· Cash Misappropriation –
Penyelewengan terhadap aset yang berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, mencuri
cek dari pelanggan, menahan cek pembayaran untuk vendor)
·
Non-cash Misappropriation –
Penyelewengan terhadap aset yang berupa non-kas (Misalnya: menggunakan
fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi).
2.
Fraud terhadap
Laporan Keuangan
ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu:
(a) financial; dan (b) non-financial
3.
Korupsi
ACFE membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu:
konflik kepentingan, dan menyuap atau menerima suap, timbal-balik.
Fraud Auditing
Berdasarkan Sunarto
(2006:57), “Kecurangan
dalam pelaporan keuangan yang dinyatakan untuk menyajikan laporan keuangan
disesuaikan dengan (keinginan manajemen), seringkali disebut kecurangan
manajemen (management fraud).”
Berdasarkan Jack Bologna et. al (2006) faktor
kecurangan (fraud) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
GONE
(Greed, Opportunity, Need, Exposure)
a. Greed
Keserakahan
biasanya dianggap sebagai sumber utama dari kejahatan yang merupakan akar
penyebab untuk mencuri, menimbun,
menjarah, dan pengkhianatan. Namun, keserakahan biasanaya dianggap sebagai
akumulasi kekayaan untuk kepuasan pribadi.
b. Opportunity
Kesempatan
untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan.
c. Need
Merupakan
aspek psikologis dalam melakukan aktivitas dan menjadi alasan berusaha untuk
melakukan kecurangan.
d. Exposure
Tindakan
pengungkapan agar tidak terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang
sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan
seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
Segitiga Kecurangan
Menurut Weygandt et al. (2011:
299), terdapat
3 faktor yang menyebabkan munculnya kecurangan yang disebut dengan segitiga
kecurangan:
1. Kesempatan (Opportunity)
2. Tekanan
keuangan (Financial Pressure)
3. Rasionalisasi (Rationalization)
Daftar pustaka:
thesis.binus.ac.id
Susanti, Beny. Modul kuliah Etika profesi
akuntansi (meteri kuliah Universitas gunadarma, 2008.
http://eps.mbpj.gov.my/salahlakumbpj/DefinisiWhistleBlowing.html